|
Sekali Lagi, Kecaman untuk Tulisan Ulil di Kompas
Oleh: Ust. Hartono Ahmad Jaiz
AlDakwah.org--Mengenai masalah tulisan Ulil di Kompas, kecaman terhadap
Ulil Abshar Abdalla dari yang mengkafirkan, menghalalkan darahnya, dan suara-suara
kencang dari berbagai kalangan Muslim pun mencuat. Fatwa hukuman mati yang telah
ditujukan kepada penghujat Islam yakni Pendeta Suradi dan H Amos yang dikeluarkan
FUUI (Forum Ulama Ummat Islam) pimpinan KH Athi'an Ali M Da'i di Bandung 2001
pun tinggal merujuknya kembali. Dan hal semacam itu diamini pula oleh ulama
NU (Nahdlatul Ulama) di antaranya KH Luthfi Bashori alumni Makkah yang tinggal
di Malang Jawa Timur.
Fatwa yang tadinya untuk penghujat Islam dari kalangan Nasrani itu ketika mencuat
ke masyarakat dan arah sasarannya kali ini adalah penghujat Islam namun dari
kalangan JIL (Jaringan Islam Liberal), maka secepat kilat seorang profesor yang
sudah berpengalaman dalam memelihara dan mendukung aliran-aliran dan faham sesat,
yaitu Profesor Dawam Rahardjo, mengambil langkah seribu untuk membela Ulil Abshar
Abdalla.
Dia berbicara di televisi sejadi-jadinya, dan menulis di majalah sebisa-bisanya
agar Ulil jangan sampai dipites (dipegang kepalanya sampai mati) oleh orang.
Dawam sangat khawatir kalau sampai terjadi peristiwa yang merugikan penyebaran
kesesatan, sebagaimana ketika tokoh sekuler di Mesir Faraj Faudah sedang menggemakan
missi sekularisasinya, sehingga dibunuh orang yang anti sekulerisme.
Pembunuhan terhadap tokoh sekuler di Mesir 10 tahun lalu itu tampaknya sangat
terngiang di telinga Dawam Rahardjo, sehingga ia sangat khawatir kalau hal yang
sama menimpa salah satu yang ia anggap "asuhannya", yang kali ini
adalah Ulil Abshar Abdalla. Apalagi kalau mengingat kesaksian Syeikh Muhammad
Al-Ghazali di Mesir selaku saksi ahli Hukum Islam di pengadilan dalam kasus
dibunuhnya tokoh sekuler itu, beliau mengatakan bahwa sekuler itu hukumnya murtad,
maka darahnya halal. (Lihat buku Hartono Ahmad Jaiz, Bila Hak Muslimin Dirampas,
Pustaka Al-Kautsar, Jakarta). Tentu saja para pendukung kesesatan seperti Dawam
Rahardjo sangat ketar-ketir (sangat khawatir). Sebab, yang hanya sekuler saja
sudah dibunuh, apalagi yang sampai menyamakan Islam dengan agama kemusyrikan,
menafikan hukum Tuhan dan melontarkan aneka hujatan terhadap Islam.
Rasa kekhawatiran yang memuncak dari para pendukung kesesatan itu agak menurun
ketika mereka mendengar bahwa Ulil Abshar Abdalla diadukan ke polisi. Dari mulut
Ulil sendiri terlontar kata-kata yang menunjukkan rasa leganya, ketika ada khabar
bahwa FUUI akan mengadukannya ke pihak polisi. Kelegaan Ulil itu tampaknya sementara
memang jadi kenyataan, karena sudah berbulan-bulan dari diadukannya itu sampai
tulisan ini dibuat, ternyata belum ada berita perkembangan yang berarti. Bukan
karena kurang gigihnya para pengadu, namun sebagaimana sudah diketahui umum,
banyak hal yang kalau menyangkut didhaliminya Islam dan Ummat Islam maka pengaduan
tinggal pengaduan. Barangkali kelegaan Ulil yang sempat ia lontarkan itu berdasarkan
pengalamannya pula, di samping faktor-faktor lain yang tak perlu dikemukakan
di sini.
Maka sekali lagi, justru kematian yang mengancam diri Ulil itulah yang sangat
dia khawatirkan bersama para pendukung kesesatannya. Sampai-sampai Ulil mengkhawatirkan
kalau dirinya tiba-tiba dibunuh orang gara-gara kenekadannya dalam menohok Islam
itu, dengan ia sebut "fatwa mati" untuk dirinya itu jangan-jangan
jadi bola liar yang lari ke sana-sini, lalu benar-benar menimpa dirinya.
Memang takut mati adalah salah satu ciri dari orang-orang yang berhadapan dengan
Islam, bahkan yang kurang berani berjuang menegakkan Islam ataupun mereka yang
cinta dunia. Sebagaimana orang-orang Yahudi yang telah berani memain-mainkan
aturan dari Allah pun mereka bungkam ketika ditantang Allah agar meminta mati
apabila mereka merasa benar. Demikian pula Ulil Abshar Abdalla, ketika ditantang
mubahalah (saling berdo'a agar dilaknat Allah bagi yang berdusta) dalam satu
seminar di Bandung, maka dia mengelak, bahkan beralasan kalau mubahalah itu
berarti mengajak goblog, karena mubahalah itu dari kata bahlul yaitu goblog,
kata Fauzan Al-Anshari ketika menceritakan pengalamannya berdiskusi menghadapi
Ulil di Bandung.(dasar bodoh asal kata mubahalah aza gak tau....liat
kebodohan ulil)
Kenyataannya, Ulil diancam mati, takut. Diajak mubahalah, mengelak dengan alasan
yang dibuat-buat. Diadukan ke polisi, dia gembira. Di balik gembiranya itu dia
tetap saja merusak pemahaman Islam dengan aneka celotehnya. Sementara itu "bak-bak
sampah" tempat penampungan celotehannya telah siap menampungnya, di antaranya
Yayasan Paramadina Jakarta pimipinan Dr Nurcholish Madjid, media massa seperti
Kompas, media massa sekuler yang sering sinis terhadap Islam seperti Tempo,
Jawa Pos dengan 56-an koran-koran daerah di bawahnya (Radar …), pemancar
radio 68H dengan 200-an radio swasta se-Indonesia yang merelaynya, website JIL
Islamlib.com yang senantiasa menyuarakan faham liberalnya maupun lembaga-lembaga
lainnya yang siap jadi penampung dan penyalur kenyelenehan dan kesesatannya.
Makanya Ulil optimis, karena ada lembaga-lembaga yang menurut dia relatif bisa
menerima lontaran-lontarannya, terutama adalah orang-orang IAIN-IAIN (Institut
Agama Islam Negeri) dan STAIN-STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, dulunya
cabang IAIN, lalu mereka berdiri sendiri-sendiri).
Pemandangannya jadi terbelah dua. Ulil bersama para pendukungnya (ada lembaga,
ada media massa, ada manusia-manusia yang sinis terhadap Islam dan semacamnya,
bahkan musuh Islam benar-benar) berada di satu gerumbul. Di belahan lain adalah
ummat Islam bersama tokoh-tokohnya yang aneka macam (ada yang disebut garis
keras, moderat, lunak, dan sebagainya). Di saat serangan terhadap Islam dibomkan
oleh Ulil dan konco-konconya, maka ummat terbelah-belah, bingung. Lalu tokoh-tokoh
Islam ada yang gigih menanggapinya, ingin menghabisinya. Ada yang biasa-biasa
saja, dan ada yang malah ikut-ikutan dan mendukung kesesatannya. Sehingga para
musuh Islam bersorak-sorai kegirangan, karena telah bisa menciptakan musuh Islam
dari kalangan Islam sendiri. Lalu ketika tokoh Islam yang ingin menghabisi perusak
Islam itu menempuh jalan yang dianggap baik, yaitu secara prosedur yang berlaku,
maka entah kenapa Ulil dan para pendukungnya itu jadi lega. Saya tidak bisa
menguraikannya. Hanya bisa menggambarkan kondisinya terbelah dua seperti tersebut.
Hanya saja ada sekilas keterangan yang dikemukakan ketua FUUI (Forum Ulama Ummat
Islam) seperti dumat di koran Pikiran Rakyat Bandung sebagai berikut:
Singapura-tiga nama
Dalam ceramahnya yang diselingi dengan teriakan takbir berkali-kali oleh hadirin,
K.H. Athian Ali M Da'i, M.A. mengatakan, gerakan provokasi pemikiran dan pemurtadan
akidah islamiah yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam "jaringan iblis laknatullah"
sesungguhnya didanai oleh sebuah lembaga yang berasal dari Amerika Serikat (AS).
Tokoh jaringan tersebut bersama seorang cendekiawan terkenal dan seorang rektor
sebuah universitas Islam di Jakarta merupakan orang-orang yang harus 'dirawat'
oleh pemerintah. Instruksi untuk 'merawat' ketiga tokoh Islam tersebut disampaikan
langsung oleh seorang tokoh pemerintahan Singapura tatkala bertemu dengan sejumlah
pejabat pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu," kata K.H. Athian Ali.
Upaya provokasi pemikiran dan pemurtadan akidah islamiah tersebut dilakukan
secara sistematis melalui berbagai jalur dan sarana yang ada di tengah kaum
Muslimin. Oleh karena itu, sejak beberapa bulan ini di sejumlah perguruan tinggi
negeri dan Islam mulai bermunculan fakta sejumlah mahasiswa dan dosen yang mengikuti
aliran pemikiran para tokoh dan kontributor "jaringan iblis laknatullah".
(Pikiran Rakyat, 20 Maret 2003).
::BACK TO HOME::
|
|