Teror
kata berkedok 'kasih' terbukti ampuh menaklukkan kekuatan Islam dibanding
teror fisik berkekuatan 'cluster bomb'
oleh : Adian Husaini *
"Aku datang untuk menemui ummat
Islam, tidak dengan senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan kekuatan tapi
dengan logika, tidak dalam benci tapi dalam cinta."
Henry Martyn,
missionaris
Perang Salib telah gagal, begitu kata Henry
Martyn. Karena itu, untuk ?menaklukkan? dunia Islam perlu
resep lain: gunakan ?kata, logika, dan kasih?. Bukan kekuatan senjata atau
kekerasan.
Hal senada dikatakan misionaris lain, Raymond Lull, ?Saya melihat banyak
ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya
dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka
mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh.?
Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat ditaklukkan dengan darah dan air
mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa. Menurut Eugene Stock, mantan
sekretaris redaksi Church Missionary Society, tidak ada figur yang lebih
heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull. Lull adalah
misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut
Muhammad.
Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di
Timur Tengah, dalam buku Islam: A
Challenge to Faith (1907). Buku yang berisi resep untuk
?menaklukkan? dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai ?beberapa kajian
tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut
pandang missi Kristen?.
Bagi para missionaris, mengkristenkan kaum Muslim adalah keharusan. Dalam
laporan tentang Konferensi Seabad Misi-misi Protestan Dunia (Centenary Conference on the Protestant Missions
of the World) di London (1888), tercatat ucapan Dr George F Post, ?Kita harus
menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-Evangelisme. Ini merupakan pertarungan
hidup dan mati.? Selanjutnya, dia berpidato, ?... kita harus masuk ke dalam
Arabia; kita harus masuk ke Sudan; kita harus masuk ke Asia Tengah; dan kita
harus mengkristenkan orang-orang ini atau mereka akan berbaris mengarungi
gurun-gurun, dan mereka akan menyapu laksana api melahap kekristenan kita dan
melahapnya.?
Kasus Turki Utsmani
Kekuatan ?kata? dan ?kasih? model Henry Martyn perlu dicatat secara serius.
Perang pemikiran ini biasanya dijalankan dengan sangat halus, berwajah manis
(seperti penampilan Paul Wolfowitz
yang murah senyum). Tetapi cara ini justru lebih manjur, tanpa disadari si
Korban.
Ahmad Wahib, yang
kini dibangkit-bangkitkan lagi oleh sejumlah kalangan, bisa jadi merupakan
?korban teror? sehingga dia jadi ragu tentang kebenaran Islam. Banyak
cendekiawan Muslim yang jadi korban setelah menerima pemikiran dan berbagai
fasilitas. Anehnya, mereka merasa ?tercerahkan? sehingga bersemangat mengadopsi
dan menyebarkan ?pemikiran yang dianggap baru? kepada kaum Muslimin. Padahal
Allah telah memperingatkan dalam Al-Quran Surat Al-Hijr ayat 39:
?Iblis berkata: Ya Tuhanku, oleh sebab
Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya.?
Kaum Yahudi juga sangat mafhum akan kekuatan teror "kata" dan "kasih". Begitu
dahsyat sehingga mampu menghancurkan imperium besar (Utsmani) yang telah
berusia hampir 700 tahun. Bagi Zionis, Turki Utsmani adalah penghalang utama
mewujudkan negara Yahudi di Palestina.
Bagi Kristen-Eropa, Turki Utsmani adalah ancaman serius. Pendiri
Kristen-Protestan, Martin Luther, menyatakan, "Kekuatan anti-Kristus adalah
Paus dan Turki sekaligus". Bernard Lewis menggambarkan, begitu takutnya
sampai ada doa agar Tuhan menyelamatkan mereka dari kejahatan Paus dan Turki (Islam and the West, 1993).
Turki Ustmani sulit digulung dengan kekuatan senjata, tapi bisa ditekuk dari
dalam oleh kelompok Turki Muda (The Young Turk) dengan "kata-kata". Setelah
1908, praktis kekuasaan di Ustmani sudah dipegang oleh kelompok ini, melalui
organisasi Committee anda Union Progress (CUP) yang beranggotakan para
cendekiawan Turki yang telah ter-Barat-kan (westernized). Tiga Presiden Tukri
modern (sampai tahun 1960) adalah aktivis SUP.
Bagi mereka, Barat (Eropa) adalah "kiblat" untuk mencapai kemajuan. Abdullah
Cevdet, seorang pendiri CUP, mengatakan, ?Yang ada hanya satu peradaban, dan
itu adalah peradaban Eropa. Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat,
baik bunga mawar maupun durinya sekaligus.?
Dalam buku The Young Turk in Position
yang diterbitkan Oxford Univeristy Press (1955), cendekiawan Turki M. Sukru
Hanioglu mencatat bahwa kelompok ini berideologi positivesme, materialisme,
dan nasionalisme. Hebatnya CUP juga memiliki kader-kader di tentara Ustmani,
yang kemudian memegang kekuasaan Turki Modern. Salah satunya adalah Musthafa
Kemal Ataturk.
Menurut Prof. Halil Inalcik, ?Revolusi Kemal Atatturk? mengambil konsep
sosial Darwinsm. Karena itu, setelah berkuasa, Ataturk mem-Barat-kan Turki
sepenuhnya, sampai soal-soal pakaian dan bahasa. Soal khilafah, Atatturk
berpendapat, ?Gagasan satu kekhalifahan, yang menjalankan otoritas religius
bagi seluruh umat Islam, adalah gagasan yang diambil dari khayalan, bukan dai
kenyataan.?
Gerakan SUP di akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 sangat penting dicermati,
karena mereka mampu menggunakan ?kata-kata? untuk melumpuhkan :?kekuasaan? Sultan
Utsmani. Terutama, dengan kolaborasi dengan gerakan Zionis, setelah Kongfres
Zionis Pertama (1897). Cevdet dan sejumlah aktivis CUP memang simpatisan
Yahudi dan gerakan Zionis.
Freedom and Liberation
Tokoh-tokoh CUP juga berkolaborasi dengan Freemansonry di Turki. Menurut Dr.
Sukru Hanioglu, dosen Universitas Islambul, saat itu aktivis Freemansonry
memiliki hubungan erat dengan kelompok The
Ottoman Freedom Society (Osmanli Hurriet Cemiyati) yang dibentuk
tahun 1906. Tokoh Freemanson, Celanthi Scalieri, adalah pendiri loji The Lights of the East (Envar-I
Sarkiye) yang beranggotakan sejumlah politisi, jurnalis, dan agamawan
terkemuka (seperti Ali Sefkati, pemimpin redaksi Koran Istiqlal, dan Pangeran
Muhammad Ali Halim, pemimpin Freemansonry Mesir).
Di sinilah nucleus faksi Turki Muda lahir. Gagasan utamanya mengelaborasikan
kata Freedom (kemerdekaan/kebebasan) dan Liberation (pembebasan). Gerakan
Scalieri mendapat dukungan sejumlah negara kuat, terutama Inggris. Itu bias
dipahami, karena sejak ratusan tahun, Utsmani dianggap sebagai ancaman bagi
Kristen Barat. Pengaruh Freemansonry terhadap gerakan liberal dan kebebasan
Turki sangat kuat, sehingga Sukltan pun tidak berdaya.
Gerakan pembebasan di Turki ini mendapat inspirasi kuat dari dua peristiwa
besar, yaitu Revolusi Prancis dan kemerdekaan Amerika Serikat. A New Encyclopedia of Fremansonry
(1996) mencatat bahwa George Washington, Thomas Jefferson, John Hancoc, dan
Benjamin Franklin adalah aktivis Freemansonry. Begitu juga tokoh gerakan
pembebasan Amerika Latin, Simon Bolivar, dan Jose Rizal di Filipina.
Ide pokok Freemansonry adalah ,Liberty, Egality and Fraternity?. Di bawah
jargon inilah, jutaan orang "tertarik" untuk melakukan apa yang disebut
sebagai "kemerdekaan sejati bagi seluruh rakyat dari tirani politik maupun
tirani sistem kerohanian".
Tampaknya waktu itu Sultan Abdul
Hamid II diposisikan sebagai "kekuatan tiran". Dalam konteks
gerakan pembebasan pemikiran, yang diposisikan sebagai tirani sistem
kerohanian adalah ?teks-teks Al-Quran dan Sunnah?, juga khazanah-khazanah
Islam klasik karya ulama Islam terkemuka. Masih ditelusuri lebih jauh,
seberapa jauh hubungan antara gerakan liberal dalam konteks pemikiran Islam
dengan gerakan Freemasonry. Yang jelas, Rene Guenon, guru Frithjof
Schuon (pelopor gagasan pluralisme) misalnya, adalah aktivis
Freemasonry.
Juga masih diselidiki, adakah misalnya pengaruh aktivitas Jamaluddin Al-Afghani di
Freemasonry dengan pemikiran Muhammad
Abduh atau tafsir al-Manar-nya Rasyid Ridla Yang jelas, jargon-jargon
pembebasan dari ?teks?, dan dekonstruksi tafsir Quran (lalu menggantinya
dengan metode hermeneutika yang banyak digunakan dalam tradisi Bibel), cukup
sering terungkap.
Bahkan, bagi Mohamed Arkoun
misalnya, Mushaf Utsmani diposisikan sebagai "tiran" yang perlu dipersoalkan.
Kata Arkoun, ??persoalannya, berkaitan dengan proses historis pengumpulan
Al-Quran menjadi mushaf resmi kian lama kian tidak masuk akal di bawah
tekanan resmi khalifah, karena Al-Quran telah digunakan sejak permulaan
negara Islam untuk melegitimasi kekuasaan dan menyatukan ummat.?
Kekuatan ,kata dan 'kasih" terbukti ampuh dalam menaklukkan
kekuatan-kekuatan Islam, yang biasanya disimbolkan dengan ungkapan tidak
simpatik seperti ?ortodoks?, ?beku?, ?berorientasi masa lalu?, dan
?emosional?. Kolaborasi cendekiawan Turki, Kristen-Eropa, dan Zionis-Yahudi
berhasil menggulung Turki Utsmani. Ironisnya, dua dari empat orang yang
menyerahkan surat pemecatan Sultan Abdul Hamid II (1909) adalah non-Muslim.
Salah satunya, Emmanuel Karasu
(tokoh Yahudi).
Teror fisik seperti cluster bomb-nya
Amerika dalam invasi di Iraq, mudah memancing reaksi besar. Ratusan ribu
aktivis Islam turun ke jalan, menentang serangan AS ke Irak. Namun kalau
menghadapi teror ?kata? berselubung ?kasih?, kaum Muslimin biasanya terlambat
sadar. Dampaknya pun biasanya memakan waktu lama. Ummat Islam akan
tenang-tenang saja meskipun setiap detik diteror dengan kata-kata indah itu.
Bisa melalui media massa, atau ucapan tokoh-tokoh ummat sendiri. Apakah
sejarah masih akan berulang untuk kaum Muslim Indonesia? Wallahu a?lam.*
Penulis adalah doktor di International
Institute for Islamic Thought and Civilization-International Islamic
University (ISTAC-IIU), Kuala Lumpur
|