Sesungguhnya agama Islam
dengan aqidah, ibadah, hukum dan seluruh syariatnya adalah aturan yang
telah sempurna, tidak butuh kepada yang selainnya. Karena itu,
seorang muslim haruslah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya
rujukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku
dan telah Ku-ridhai Islam jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
“Kemudian Kami jadikan kamu
berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu. Maka
ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui.” (Al-Jatsiyah: 18)
Islam dengan seluruh syariatnya
telah terproteksi dari segala bentuk kebatilan, kesesatan, kekufuran,
kesyirikan, dan kerusakan lainnya. Islam dengan seluruh
syariatnya datang penolakan yang tegas terhadap seluruh ideologi yang
bertolak belakang dan yang bukan berasal darinya. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang
diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “(Ini adalah)
pemberitaan dari Allah bahwa tidak ada din yang akan diterima di
sisi-Nya dari seorang pun selain Islam.” (Tafsir Al-Qur’anul
‘Azhim, 1/389)
“Barangsiapa mencari agama
selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali
‘Imran: 85)
Yakni barangsiapa yang menempuh
jalan selain apa yang telah Allah syariatkan, maka Dia tidak akan pernah
menerimanya. (Tafsir Al-Qur’anul ‘Azhim, 1/410)
Islam adalah din yang diwajibkan bagi seluruh manusia.
Adanya umat-umat yang kafir terhadap dinul Islam tidaklah berarti Islam
tidak diwajibkan atas mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka beriman kepada
Allah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak
ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali Allah dan bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, dan menunaikan
zakat. Jika mereka telah melakukan itu semua, maka mereka terjaga dariku
darah dan hartanya kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka atas
Allah.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dari Ibnu ‘Umar. Lihat Raf’ul
Litsam, hal. 80)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Perangilah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan
mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu
orang-orang) yang diberi Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.” (At-Taubah:
29)
Para pembaca, semua ini
menunjukkan tentang batilnya seruan-seruan yang mencoba untuk
mengaburkan kemuliaan Islam dan melenyapkan cahaya ketinggiannya,
seperti pendekatan agama Islam dengan agama-agama lain dengan mencari
titik kesamaan dan melupakan perbedaan-perbedaannya. Menyerukan bahwa
semua agama sama dan semua manusia mendapatkan kebebasan beragama.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingkari siapa saja yang
menghendaki agama selain agama yang telah Allah turunkan dengannya Al-Kitab
dan yang Allah utus dengannya para rasul. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
“Maka apakah mereka
mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah berserah
diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun
terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (Ali
‘Imran: 83)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafiq itu
tiada mengetahui.” (Al-Munafiqun: 8)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Demi
Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari
umat ini Yahudi ataupun Nashrani yang mendengar tentang aku kemudian
mati dan tidak beriman dengan apa yang aku telah diutus dengannya,
kecuali dia tergolong dari penghuni neraka.” (HR. Muslim, 2/186
dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu)
Sejarah Munculnya
Seruan Penyatuan Agama
Penyatuan agama atau yang populer disebut dengan
“Teologi Pluralis” –yaitu menyatukan antara Islam dengan agama-agama
lainnya seperti Yahudi dan Nashrani dan seluruh ajaran-ajaran menyimpang
lainnya– adalah makar terbesar terhadap Islam
dan muslimin, di mana seluruh musuh-musuh Islam berserikat
dalam satu kalimat: “benci Islam dan muslimin.”
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menerangkan dalam
kitab-Nya bahwa Yahudi dan Nashrani tengah bekerja keras untuk menyesatkan
kaum muslimin dari keislamannya dan mengembalikan mereka kepada kekufuran
serta mengajak kaum muslimin untuk menjadi Yahudi atau Nashrani. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Sebagian besar ahli kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekufuran setelah
kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri,
setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka,
sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 109)
“Dan mereka (Yahudi dan
Nashrani) berkata: ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali
orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nashrani.’ Demikian itu (hanya)
angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: ‘Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”(Al-Baqarah: 111)
“Dan mereka berkata: Hendaklah
kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nashrani, niscaya kamu mendapat
petunjuk. Katakanlah: Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang
lurus. Dan dia (Ibrahim) bukanlah termasuk dari golongan orang musyrik.”
(Al-Baqarah: 135)
Maka seruan ini sebenarnya telah
ada pada masa Nabi, meski ambisi untuk itu teredam hingga berakhirnya
periode generasi terbaik.
Kemudian setelah itu, mereka muncul kembali dengan
membuat slogan baru, menipu orang-orang bodoh. Slogan mereka yaitu bahwa
agama-agama seperti Yahudi, Nashrani, dan Islam, ibaratnya seperti
keberadaan empat madzhab fiqih di tengah-tengah kaum muslimin, semua jalan
pada hakekatnya menuju Allah. Slogan ini ternyata disambut baik oleh
kelompok wihdatul wujud, Al-Ittihadiyyah, Al-Hululiyyah, dan yang
menisbatkan diri mereka kepada Islam dari kalangan mulhid ahli tasawwuf di
Mesir, di Syam, Persia dan negara-negara besar di selain jazirah Arab.
Demikian pula seruan dan slogan ini disambut baik oleh
kelompok ekstrim Rafidhah dan yang lainnya, sampai-sampai sebagian mereka
ada yang membolehkan untuk menjadi seorang Yahudi atau Nashrani. Bahkan
ada pula di antara mereka yang cenderung lebih mengunggulkan agama Yahudi
dan Nashrani daripada Islam. Hal ini tersebar pada sebagian mereka yang
telah banyak terpengaruh filsafat.
Pada pertengahan pertama abad empat belas hijriyah,
mulailah seruan penyatuan agama itu dikumandangkan, setelah sekian lama
mengakar di dada para penyokongnya yang menampakkan keislaman namun
menyembunyikan kekufuran dan kesesatan. Lahirlah
gerakan sebuah organisasi yang disebut dengan Freemasonry, yakni sebuah
organisasi Yahudi yang mengusung slogan Liberty, Egality, dan Fraternity (kebebasan,
persamaan, dan persaudaraan), dan mempropagandakan persaudaraan universal
tanpa memandang etnis, bangsa, dan agama. Organisasi itu muncul di
bawah “baju” seruan penyatuan tiga agama (Yahudi, Nashrani, dan
Islam), mengikis belenggu “fanatik” dengan menyamakan keimanan kepada
Allah, maka semuanya adalah mukmin. Tercatat sebagai orang yang ikut
terlibat menyebarkan seruan ini adalah Jamaluddin bin Shafdar Al-Afghani
pada tahun 1314 H di Turki dan juga diikuti oleh muridnya yang sangat
gigih di dalam menyuarakan seruan ini yaitu Muhammad ‘Abduh bin Hasan
At-Turkumani pada tahun 1323 H di Iskandariyah (Mesir). (Shahwatur Rajulil
Maridh, hal. 340, Jamaluddin Al-Afghani fil Mizan, diambil dari Al-Ibthal
linazhariyatil Khalath baina Dinil Islam wa Ghairihi minal Adyan, hal. 6)
Sejak permulaan abad ke-14 H itulah hingga sekarang di
bawah naungan “undang-undang dunia baru”, orang-orang Yahudi dan
Nashrani terus terang-terangan dalam menyuarakan penyatuan agama baik di
kalangan mereka sendiri maupun di tengah-tengah kaum muslimin dengan
menyelenggarakan seminar-seminar, pertemuan-pertemuan ataupun dialog
terbuka antar agama dan lain sebagainya. Maka
muncullah sejumlah nama dan slogan-slogan seperti “pendekatan antar
agama”, “menghapus fanatik beragama”, “persaudaraan
Islam-Kristen”, “penyatuan agama”, “kesatuan agama Tuhan”,
“agama-agama dunia”, atau dengan menghilangkan kata agama, seperti
kebebasan, persaudaraan, kesamaan atau keselamatan, kasih sayang dan
kemanusiaan, dan seterusnya... (Al-Ibthal linazhariyatil Khalath
baina Dinil Islam wa Ghairihi minal Adyan, hal. 7)
Para pembaca, demikianlah seruan
syaithaniyyah ini terus digulirkan dari masa ke masa. Meskipun
berbeda-beda dan berganti-ganti nama serta slogan, namun tujuannya sama,
yaitu menghendaki agar kaum muslimin murtad dari agamanya. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Mereka tidak henti-hentinya
memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu
(kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di
antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka
itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
(Al-Baqarah: 217)
“Orang-orang kafir dari ahli
kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya suatu
kebaikan kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-Baqarah: 105)
“Mereka ingin supaya kamu
menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi
sama (dengan mereka).” (An-Nisa: 89)
“Sesungguhnya orang-orang kafir
itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (An-Nisa: 101)
Bahaya Penyatuan Agama
Penyatuan agama dengan segala
bentuknya adalah musibah paling besar yang menimpa kaum muslimin dewasa
ini. Ini adalah kekufuran nomor wahid:
memandang sama antara Islam dan kafir, hak dan batil, hidayah dan
kesesatan, kebaikan dan kemungkaran, sunnah dan bid’ah, serta ketaatan
dan kemaksiatan. Sementara Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Apakah (orang-orang kafir itu
sama dengan) orang-orang yang mempunyai bukti yang nyata (Al Qur’an)
dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah
dan sebelum Al Qur’an itu telah ada kitab Musa yang menjadi pedoman dan
rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Qur’an. Dan barangsiapa di antara
mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al
Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.(Hud: 17)
Orang-orang Yahudi berkata:
‘Uzair itu putera Allah’, dan orang Nashrani berkata: ‘Al-Masih itu
putera Allah’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka
meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknati mereka.
Bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alim
mereka, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga
mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya
disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (At-Taubah: 30-31)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya telah ada suri
teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan
dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara
kami dan kamu, untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
Dampak
Teologi Pluralis bagi Kaum Muslimin
Dampak teologi pluralis ini sangatlah berbahaya bagi
kaum muslimin baik terhadap agama maupun dunianya. Di antara
bahaya-bahayanya adalah:
Pertama:
membuat kekacauan atas Islam, meresahkan kaum muslimin dan menciptakan
gelombang syubhat dan syahwat dengan tujuan agar kaum muslimin hidup di
antara jiwa yang sadar dan tidak.
Kedua: memasukkan
rumusan, teori-teori ke dalam Islam yang bertujuan menghujat Islam dan
melemahkannya, merendahkan muslimin serta melepaskan keimanan dari hati
mereka.
Ketiga: memudarkan
ikatan persaudaraan Islam di seluruh penjuru dunia dengan tujuan
memperkokoh persaudaraan dengan Yahudi dan Nashrani.
Keempat:
membungkam lisan dan pena kaum muslimin dari mengkafirkan Yahudi dan
Nashrani dan selain mereka yang telah dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kelima:
menggugurkan hukum-hukum Islam yang wajib ditegakkan terhadap orang
Yahudi, Nashrani, dan agama-agama lain yang tidak beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Keenam:
meninggalkan jihad yang merupakan puncak ketinggian Islam dan
menghilangkan wajibnya jizyah (semacam pajak) kepada orang-orang kafir
yang tidak mau masuk Islam.
Ketujuh:
meruntuhkan kaidah Islam al-wala wal-bara, cinta dan benci karena Allah,
yang mengakibatkan hancurnya sekat bara’ah (berlepas diri) kaum muslimin
dari orang-orang kafir, mendekatkan loyalitas kepada orang-orang kafir,
mencintai dan berteman dengan mereka.
Kedelapan:
mengubur pemikiran ‘permusuhan karena agama’ di bawah baju ‘Teologi
Pluralis’ dan menghapuskan dunia Islam dari agamanya serta membuang
syariat Islam (Al Qur’an dan As Sunnah) dari kehidupan.
Kesembilan:
menjatuhkan ketinggian dan kelebihan Islam , menjadikan kedudukan Islam
-yang terpelihara dari penyelewengan dan perubahan- sama dengan semua
ajaran dan agama yang dipenuhi penyimpangan dan telah dihapus oleh Allah.
Kesepuluh:
mengembangkan sayap kekufuran Yahudi, Nashrani, dan komunis ke seluruh
penjuru dunia. (Al-Ibthal linazhariyatil Khalath baina Dinil Islam wa
Ghairihi minal Adyan, hal. 12-14)
Oleh karena itu, seorang muslim yang beriman kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasulnya, tidak
boleh menyambut seruan ini, tidak boleh pula terlibat dalam
perkumpulan-perkumpulannya atau seminar-seminarnya. Bahkan harus
menolaknya, memperingatkan dari bahayanya, mencelanya dan mengusirnya dari
lingkungan-lingkungan muslimin. Sebab seruan ini
adalah seruan yang bid’ah, sesat, dan kufur, mengajak untuk murtad
secara sempurna dari Islam, bertolak belakang dengan prinsip-prinsip
aqidah, melanggar kehormatan para rasul dan risalahnya, menolak kebenaran
Al Qur’an, menolak bahwa Islam sebagai penghapus syariat-syariat
sebelumnya. Seruan ini adalah seruan yang tertolak secara
syariat, diharamkan secara pasti dengan seluruh dalil-dalil dari Al-Kitab
dan As Sunnah serta ijma’ (kesepakatan ulama). Oleh karena itu, bila
seruan ini muncul dari seorang muslim, maka ini adalah kemurtadan yang
nampak dan kekufuran yang terang-terangan.” (Al-Ibthal li nazhariyatil
Khalath, hal. 15)
Mengingat bahayanya seruan ini terhadap Islam dan
muslimin, maka para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daimah lil Ifta yang diketuai
ketika itu oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
mengeluarkan fatwa yang berkenaan dengan hal tersebut. Inilah (terjemahan)
naskah fatwanya:
“Sesungguhnya seruan kepada
penyatuan agama, jika dilakukan oleh seorang muslim maka hal itu berarti
kemurtadan yang nyata dari Islam, karena bertentangan dengan
prinsip-prinsip aqidah, meridhai kekufuran kepada Allah, menolak kebenaran
Al Qur’an dan menolak fungsinya sebagai penghapus seluruh kitab
sebelumnya, dan menolak Islam sebagai penghapus seluruh syariat dan agama
sebelumnya. Berdasarkan hal itu, maka pemikiran tersebut tertolak secara
syariat, dan haram secara pasti dengan seluruh dalil-dalil syar’i dari
Al Qur’an, As Sunnah, dan ijma’.” (Raf’ul Litsam, hal. 76)
Wallahu a’lam.
Penulis
: Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsari::Majalah Assyariah
|