|
Proyek Islam Liberal: Memprotestankan Islam
Luthfi asy Syaukani, tokoh ISLIB (baca: Islam Liberal) yang
menjadi moderator di e-group pernah mengutarakan (tanggal 13-03-2001, 1: 45 A.W)
tentang tujuan berdirinya ISLIB: "Saya melihat bahwa mayoritas umat Islam yang
ada sekarang adalah Islam ortodoks, baik dalam wajahnya yang fundamentalis
(dalam sikap politis) maupun konservatif (dalam pemahaman keagamaan). Islam
liberal datang sebagai sebuah bentuk protes dan perlawanan terhadap dominasi
itu.
Ketika kita mengatakan "bebas dari" dan "bebas untuk", kita memposisikan diri
menjadi seorang "protestan" yang berusaha mencari hal-hal-hal yang baik dari
warisan agama dan membuang hal-hal yang buruk.
Saya membayangkan semangat protestanisme itu adalah semangat yang seluruhnya
bersifat positif, seperti yang dijelaskan dengan sangat bagus oleh Weber.
Dalam bayangan saya, "Islam Liberal" adalah sebuah gerakan reformasi (bukan
dalam pengertian mahasiswa, tapi pengertian semangat protestanisme klasik) yang
berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam, baik menyangkut pemahaman keberagaman
mereka maupun persoalan-persoalan lainnya (ekonomi, politik, budaya, etc)."
Jelaslah bahwa tujuan ISLIB adalah memprotestankan
Islam sebagaimana Marthin Luther memprotestankan Kristen Katholik di
Barat.
Qur’an Edisi Kritis
Untuk mewujudkan impian tersebut, wajar saja jika mereka menyambut baik usulan
salah seorang dari mereka yang bernama Taufik Adnan Amal untuk membuat Qur’an
Edisi Kritis, yakni Al-Qur’an edisi revisi. Luar biasa, bukan hanya terjemahnya
yang hendak diubah, tapi nash Arabnya. Bahkan ada pembeo mereka yang fanatik
mengusulkan agar segera dirampungkan supaya bisa dipakai untuk tadarusan
Ramadhan mendatang. Rupanya mereka berdiri sebagai penjawab tantangan Allah:
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat
membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (al-Baqarah: 23-24)
Hal serupa pernah dilakukan oleh guru moyangnya ISLIB, Musailamah al-Kadzdzab
yang hendak menandingi Al-Qur’an. Usaha ini telah ditempuh pula oleh para
orientalis pendahulu ISLIB yang dengan susah payah mengumpulkan hingga 30.000
manuskrip
lembaran yang konon berisi ayat-ayat Al-Qur’an untuk membuktikan bahwa mushhaf
Utsmani (yang kita baca hari ini) tidak layak diyakini keabsahannya. Namun Allah
menggagalkan tipu daya busuk mereka. Disebutkan oleh Gerd-R Puin dalam "The
Qur’an as text":
""Rencana Bergstrasser, Jeffery and Pretzl untuk mempersiapkan Quran edisi
kritik tidak terwujud, dan kumpulan berbagai variannya yang diperoleh dari
manuskrips lamanya telah hancur karena bom pada perang Dunia II.
Apa yang akan dilakukan oleh Taufik pun akan mengalami kegagalan. Abu Ubaid
Al-Qasim berkata: "Usaha Utsman rdl mengumpulkan Al-Qur’an akan tetap dan
senantiasa dijunjung tinggi, karena hal itu merupakan andilnya yang paling
besar. Memang di kalangan orang-orang yang menyeleweng ada yang mencelanya,
namun kecacatan merekalah yang tersingkap dan maksud buruk merekalah yang akan
terdedah." (Al-Jami’ lil Ahkam Al-Qur’an, Al-Qurthubi)
Semoga Allah segera menunjukkan belang mereka dan menjauhkan umat ini dari tipu
daya iblis dan antek-anteknya.
Tiga Jurus Menyerang Al-Qur’an
Serangan terhadap Al-Qur’an dilakukan oleh kaum orientalis dengan tiga jurus.
Pertama, melalui jalur periwayatan, kedua manggado-gadokan dengan penemuan
manuskrip lama dan ketiga dengan tafsiran dan kekuatan intelektual (menurut
mereka).
Pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta Kristen asal Irak dan guru besar di
Universitas Birmingham Inggris berkata: "Sudah tiba saatnya untuk melakukan
kritik teks terhadap Al-Qur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab
suci Yahudi yang berbahasa Ibrani Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa
Yunani (Buletin of the Jahn Rylands Library Manchester, 1927, XI:77)
Perkataan tersebut diamini dan ditindaklanjuti oleh para tokoh Islam Liberal.
Bandingkanlah dengan tulisan Luthfi Syaukani, dosen Universitas Paramadina di
www.islamlib.com tanggal
17-11-2004 berjudul "Merenungkan Sejarah Al-Qur’an": "Sebagian besar kaum muslim
meyakini bahwa al Quran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya
(lafzhan) maupun maknanya (ma’nan). Kaum muslim juga meyakini bahwa al Quran
yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada pada masa
Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu
sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal
ad-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi
doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan al Quran sendiri
sesungguhnya penuh dengan nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari
perdebatan, pertentangan, intrik dan rekayasa."
Sepantasnya kita jawab: "Ya...kaum muslim memang meyakini bahwa al Quran yang
kita baca adalah al Quran yang diturunkan oleh Nabi, adapun kaum kafir, mereka
tidak meyakininya."
Mereka mengotak-atik sesuatu yang telah baku dan menjadi
ijma’ para ulama sejak dahulu. Target mereka
adalah agar umat Islam ragu akan keabsahan dan orisinalitas mushaf al Quran yang
berada di tangan mereka. Tetapi, untuk kesekian kali usaha mereka
akan gagal, karena mereka sedang berhadapan dengan Allah yang berfirman:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya."(al-Hijr: 9)
Tafsir Hermeneutika, Usang yang Dianggap Modern
Mereka tidak hanya mengobok-obok nash al Quran, tetapi juga merusak tafsirannya.
Dengan dalih mengedepankan ‘kemanusiaan’, beragama untuk manusia, maka tafsiran
al Qur’an harus ditinjau dari sisi kemanusiaan. Maka tafsirnya harus diambil
dari orang-orang yang (menurut mereka) ahli dalam urusan kemanusiaan. Siapa
tokoh-tokoh itu? Yakni Socrates, Plato, Arostoteles dan bahkan Karl Mark
yang nota bene atheis, ajiib..aneh! Tafsir
al Quran yang suci diambil dari seorang atheis, la haula walaa quwwata illa
billah. Apakah mereka mengira orang-orang kafir itu lebih manusiawi dari para
sahabat Nabi? Lebih manusiawi dari Nabi saw? Bahkan dari Allah l, sehingga
tafsir ayat dengan ayat, tafsir ayat dengan hadits dan tafsir dengan pendapat
para sahabat yang menjadi pakem ulama salaf tidak dipakai?
Mereka juga menggembar-gemborkan tafsir model hermeunetika. Cara tafsir usang
yang dianggap modern. Istilah ini berasal dari kata ‘hermen’ nama seseorang yang
dalam mitologi Yunani bertugas menyampaikan dan menafsirkan pesan-pesan dewa di
gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia. (Fx.
Muji Sutrisno F. Budi Hardiman, 1992:74)
Pada akhirnya istilah hermeneutika berubah menjadi makna teologi. Hal itu
bermula ketika para teolog Yahudi dan Kristen menghadapi sejumlah masalah yang
berhubungan dengan teks-teks kitab suci mereka yang saling kontradiksi satu sama
lain. Encyclopedia Britannia menyebutkan bahwa tujuan utama hermeneutika bagi
mereka tidak lain untuk mencari nilai kebenaran Bibel. Karena Bibel ditulis oleh
beberapa penulis seperti Markus, Matius, Lukas dan Yahya. Mereka mengakui juga
bahwa dalam keempat injil tersebut memang terdapat banyak pertentangan. Lalu
para teolog menggunakan teori hermeneutika untak memahaminya.
Nah, para orientalis termasuk liberal menginginkan al Quran bernasib sama, atau
dianggap sama dengan Bibel. Dengan semangat inilah penganut liberal sampai pada
kesimpulan al Quran adalah produk lokal, atau ‘produk bersama’ dan lain-lain.
Akankah kita berdiam diri terhadap serangan yang dilancarkan mulut-mulut kotor
itu? Inilah ajang untuk menunjukkan, siapakah mereka yang berani membela Allah.
Wallahu waliyut taufiq
(Abu Umar Abdillah)
Referensi:
www.islamlib.com
Ahlul Bida’ Menggugat Otoritas Mushaf Utsmani dan Tafsir Qath’I, DR. Ugi Suharto
(Asisten Profesor di ISTAC Malaysia), disampaikan pada acara Seminar Nasional
bertajuk "Pemikiran Islam Muhammadiyah: Respon Terhadap Fenomena Liberalisme
Islam", di UMS tanggal 1-2 Maret 2004.
Antara Hermeneutika dan Bibel, Adian Husaini M.A dan lain-lain
Sumber Majalah : Ar-Risalah -No.34 / Th. 3 shafar 1425 H / April 2004 M
::BACK TO HOME::
|
|