Sumbangan Pluralis Untuk Misionaris
Didukung dana yang melimpah, diramaikan
oleh para tokoh, ditambah dengan pemahaman yang memang sesuai dengan selera
hawa nafsu, gerakan Islam Liberal makin mulus melenggang. Meski mereka
mengatasnamakan Islam, terbukti orang luar yang justru menangguk untung. Mereka
telah berjasa besar meng'gol'kan program misionaris kristen. Bagaimana alurnya?
Merusak Tapal Batas
Perseteruan antara haq dan bathil, permusuhan
Iblis beserta antek-anteknya terhadap orang-orang yang mentauhidkan Allah telah
berlangsung sejak Iblis menolak bersujud kepada Adam. Namun rupanya, Islam
liberal bersikeras mendamaikannya. Mereka tidak membedakan antara pasukan iblis
dan pasukan Allah. Seperti yang dikatakan Ulil pengerek bendera JIL: "Setiap
doktrin yang hendak membangun tembok antara 'kami' dengan 'mereka', antara
hizbullah (golongan Allah) dan hizbusy syaithan (golongan setan) adalah
penyakit sosial yang akan menghancurkan nilai dasar Islam itu sendiri, nilai
tentang kesederajatan umat manusia, nilai tentang manusia sebagai warga
dunia."
Dengan statemen tersebut sepertinya Ulil
ingin menganulir firman Allah yang membagi manusia menjadi dua golongan,
hizbullah dan hizbusy syaithan.
"Dan barangsiapa mengambil Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya
hizbullah (pengikut agama Allah) itulah yang pasti menang." (al-Maidah:
56)
Dan firman-Nya: "Setan telah
menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah
hizbusy syaithan (golongan setan). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan
setan itulah golongan yang merugi." (al-Mujadalah: 19)
Bagi Islam liberal, semua manusia sama,
tidak ada mukmin dan tidak ada kafir. Tidak ada manusia taat dan tidak ada pula
manusia bejat. Ketika tapal batas antara haq dan bathil telah dirusak,
segalanya dianggap sebagai kebenaran. Pada titik ini Islam liberal telah
berpartisipasi mengangkat partai-partai sesat kepada kedudukan mulia yang
sejajar dengan agama tauhid. Sifat antipati terhadap kesesatan pun sirna sudah,
karena penganutnya juga manusia yang pantas dimanusiakan.
Paham ini jelas bertolak belakang dengan
agama tauhid yang memerintahkan beribadah kepada Allah sekaligus mengkufuri
thaghut. Bahkan Islam meletakkan wala' dan bara' (cinta dan benci) karena agama
sebagai 'autsaqu 'ural iman', ikatan iman yang paling kuat. Sebagaimana hadits
Nabi:
"Sesungguhnya ikatan iman yang paling
kuat adalah engkau mencintai karena Allah dan benci karena Allah." (HR
Ahmad)
Agama Sekedar Baju
Islam liberal yang menganut paham
pluralisme, mengakui semua agama benar dan semua agama sama. Tak ada perbedaan
antara Islam dengan Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu ataupun yang
lain, yang berbeda hanyalah bajunya.
Demikian menurut Ulil ketika gerah dengan
penganut Islam Fundamentalis (baca: Islam asli bukan liberal): "Amat
konyol umat manusia bertikai karena perbedaan 'baju' yang dipakai, sementara
mereka lupa inti 'memakai baju' adalah menjaga martabat manusia sebagai makhluk
berbudaya. Semua agama adalah baju, sarana, wasilah, alat untuk menuju tujuan
pokok: penyerahan diri kepada yang maha benar."
Nampaknya penyakit rabun pikiran yang
diderita Ulil dan konco-konconya sudah demikian kronis, mereka menyamakan
antara Allah dengan Isa, Sang Budha, atau Bethara Guru,Roro Kidul,Dewa Siwa dan
sesembahan yang lain, mereka tak lagi mengenal terminologi syirik dan musyrik,
kata yang memadati Al-Qur'an yang katanya masih menjadi kitab suci mereka.
Mereka juga menutup mata terhadap sunnah
Nabinya yang bersabda: "Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tiada
seorangpun yang mendengar seruanku dari umat ini, baik dia Yahudi ataupun
Nasrani, kemudian dia mati dalam keadaan tidak mengimani apa yang aku bawa
dengannya kecuali pastilah dia menjadi penghuni neraka." (HR Muslim)
Seruan Nabi adalah seruan untuk Islam.
Ahli kitab belum dianggap beriman sebelum masuk Islam. Oleh karena itulah
ketika Mu'adz diutus Nabi ke Yaman beliau bersabda: "Kamu akan mendatangi
ahli kitab, maka pertama kali yang kamu serukan kepada mereka adalah syahadat
bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah." (HR Muslim), kalaulah mereka telah dianggap beriman oleh Nabi
tentulah Nabi tidak memesankan hal itu.
Sejalan dengan Misi Kristenisasi
Dampak selanjutnya, ketika kedua agama
tersebut dianggap sama, tidak ada beda selain tata cara dan bajunya, maka umat
yang 'sendiko dawuh" (taat) dengan himbauan pluralis tersebut tak lagi
memiliki ghirah (kecemburuan) dalam beragama. Baginya tidak ada yang istimewa
pada Islam bila dibandingkan dengan Kristen, tak ada kelebihannya seorang
Muslim dibandingkan dengan penganut Kristen, karena semua agama sama.
Pada saat yang bersamaan, secara finansial
para misionaris Kristen lebih menjanjikan keuntungan seperti yang menjadi misi
unggulan mereka. Terutama di daerah-daerah yang masih dibilang miskin. Logika
manusia normal, ketika harus memilih antara dua agama yang sama-sama dianggap
benar tentunya variabel lain yang dijadikan alat timbang adalah keuntungan
materi. Maka dengan ringan mereka mau melepas baju Islamnya untuk mendapatkan
materi dengan bergabung dengan jema'at Kristen, toh tak ada nilai lebih Islam
sehingga harus dipertahankan dengan menanggung lapar dan kemiskinan. Di sinilah
kontribusi Jaringan Islam Liberal terhadap Misinonaris Kristen terbukti.
Penginjil Berbaju Islam
Lebih jauh lagi, andil Islam Liberal untuk
memperbanyak kuota golongan murtadin nampak jelas ketika dalam banyak
kesempatan para kampiun Islam liberal mempromosikan perbandingan antara Islam
dan Kristen. Masih dalam kerangka globalnya, pluralisme agama. Ini adalah
langkah yang mulus bagi mereka, mengingat ada hubungan historis antara keduanya
dan keduanya menempati rangking pertama dan kedua secara kuantitas di
Indonesia. Ayat-ayat yang muhtamal (memungkinkan beberapa makna) sengaja
ditampilkan dengan versi mereka, sedangkan ayat-ayat yang telah 'qath'i
dilalah'nya (telah pasti arti yang dimaksud di dalamnya) disembunyikan dan
diselewengkan. Seperti ayat-ayat yang menyebutkan secara gamblang kekafiran
ahli kitab dan orang musyrik.
Bahkan para tokoh liberal bersikap
diametral dengan para kristolog muslim yang memiliki kebiasaan mencari bukti
kebenaran Islam dalam injil. Yang mereka lakukan justru mengais bukti kebenaran
Kristen di dalam Al-Qur'an.
Secara psikologis, para misionaris dan
penginjil merasa tersanjung dan terbantu misinya, karena tokoh yang berbicara
memakai baju Islam, apalagi dianggap sebagai cendikiawan (padahal cendawan?).
Nikah Beda Agama
Sumbangan berharga lain yang
dipersembahkan Islam Liberal untuk misionaris adalah wacana halalnya menikah
beda agama. Seorang muslimah halal dinikah laki-laki-laki kristen. Seperti yang
dikemukakan oleh Dr. Zainun Kamal, tokoh liberal yang dipromosikan oleh Ulil.
Mereka tak peduli harus menabrak ayat:
"Hai orang-orang yang beriman,
apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka
hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan
mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka
janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.
Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka." (al Mumtahanah:10)
Padahal kita tahu bahwa posisi suami
sangat strategis untuk mempengaruhi keyakinan istri. Jelas dia memang posisi,
bisa menekan dan bahkan mengancam. Taruhlah ketika pernikahan muslimah itu
masih eksis, namun ketika hamil apa yang bisa dilakukan ketika sang suami yang
Kristen mengancam hendak menceraikannya jika tidak mau masuk Kristen?
Bayang-bayang anak lahir tanpa bapak tentunya lebih dominan di benak istri,
apalagi secara psikologis seringkali kaum wanita mengedapankan rasa atau emosi
daripada ilmu.
Kitapun tahu, sebelum statemen Zainun
muncul telah santer berita bahwa strategi misionaris untuk mengkristenkan
muslimah adalah dengan mendekatinya dan menjadi pacarnya. Tidak sedikit di
antara mereka yang dihamili lalu si laki-laki mau bertanggung jawab dengan
syarat muslimah menukar agamanya.
Di saat para ulama dan pemerhati umat
Islam mengkhawatirkan bahaya tersebut, justru Islam Liberal memberi angin segar
kepada misionaris untuk memuluskan misinya.
Musuh dalam Selimut
Melihat banyaknya aksi menggemaskan dari
kaum liberal tersebut wajar jika kita pasang kuda-kuda, jangan-jangan mereka
adalah musuh yang menyusup untuk merusak Islam dari dalam. Mengingat cara itu
lebih efektif daripada mereka berbicara tentang Islam di luar ring Islam.
Dengan tetap menyandang baju Islam mereka mempolitisir ayat, mengebiri sunnah dengan
dalih 'ijtihad', dengan alasan 'kebebasan menafsirkan'. Berbeda halnya jika
mereka memakai baju lain seperti Kristen misalnya -tentunya mereka juga tidak
keberatan menyandangnya lantaran semua agama sama dalam pandangan mereka-,
tentulah sudah babak belur sejak dahulu karena dianggap mengobok-obok
pekarangan tetangga. Wallahu waliyut taufik. (Abu Umar Abdillah)
::BACK TO HOME::